Kamis, 27 Desember 2007

Sukses Lewat Pola Pikir Kreatif

Buka mata Anda, carilah hal yang tidak dilihat orang lain. Buang jawaban yang pertama terpikir, gali terus, cobalah untuk berpikir out of the box, berpikir kreatif.

Kreatifitas sering di asosiasikan dengan pekerjaan di bidang periklanan, marketing atau tim bisnis development, padahal kreatif telah menjadi bagian dari seluruh lini di perusahaan, bahkan untuk menghadapi pergulatan hidup sehari-hari pun dibutuhkan ide kreatif.

Sebenarnya orang seperti apa yang disebut sebagai orang yang kreatif ?

Secara sederhana kreatif berarti kemampuan untuk menghubungkan situasi yang kelihatannya tidak berkaitan, atau kemampuan untuk mencari inti masalah dalam situasi yang sangat kompleks.

Untuk mencapai kondisi kreatif kita butuh pengalaman-pengalaman sebelumnya untuk menyelesaikan masalah. Misalnya saat Anda ditunjuk untuk menyiapkan HUT kantor, lakukan evaluasi dari penyelenggaraan tahun lalu.

Di level selanjutnya, dibutuhkan pengetahuan teoritis untuk identifikasi masalah lalu menggunakan ilmu yang sesuai untuk memecahkan masalahnya.

Dalam tataran yang lebih tinggi, orang yang kreatif mampu menyederhanakan masalah yang kompleks dan rumit, bahkan bisa membuat konsep baru yang tidak dipikirkan orang lain.
Berimajinasi dengan menempatkan diri pada masalah yang sedang dihadapi orang lain juga bisa membantu kita berpikir kreatif.

Meski kita memiliki tingkat kemampuan yang berbeda tetapi pada dasarnya setiap orang memiliki kreatifitas. Berpikir secara kreatif bisa dilatih dalam kehidupan sehari-hari. Tak melulu soal masalah rumit, menentukan pakaian apa yang akan dipakai ke kantor hari ini juga butuh kreatifitas lho.

Lewat hal-hal kecil kita bisa membiasakan diri untuk mulai memecahkan masalah yang lebih besar secara kreatif. Salah satu contoh lain dari orang yang kreatif adalah memutar otak untuk menghasilkan pemasukan tambahan. Misalnya menyewakan mobil pribadi untuk kendaraan jemputan atau mengajar bahasa asing di luar jam kantor. (An)

Rabu, 26 Desember 2007

Ayah Juga Lupa

W Livingstone Larned

Dengar, Nak : Ayah mengatakan ini pada saat kau terbaring tidur, sebelah tangan kecil merayap dibawah pipimu dan rambutmu yang keriting pirang lengket pada dahimu yang lembap. Ayah menyelinap masuk seorang diri ke kamarmu. Baru beberapa menit yang lalu, ketika ayah sedang membaca Koran diruang perpustakaan, satu sapuan sesal yang amat dalam menerpa. Dengan perasaan bersalah Ayah datang masuk menghampiri pembaringanmu.

Ada hal-hal yang Ayah pikirkan, Nak ; Ayah selama ini bersikap kasar padamu. Ayah membentakmu ketika kau sedang berpakaian hendak pergi kesekolah karena kau Cuma menyeka mukamu sekilas dengan handuk. Lalu ayah lihat kau tidak membersihkan sepatumu. Ayah berteriak marah ketika kau melempar beberapa barangmu kelantai.

Saat makan pagi Ayah juga menemukan kesalahan. Kau meludahkan makananmu. Kau menelan buru-buru makananmu. Kau meletakan sikumu diatas meja. Kau mengoleskan mentega terlalu tebal di rotimu. Dan begitu kau baru mulai bermain dan Ayah berangkat mengejar kereta api, kau berpaling dan melambaikan tangan sambil berseru, “ selamat jalan, ayah!’ dan ayah mengerutkan dahi, lalu menjawab, “Tegakkan dahumu”.

Kemudian semua itu berulang lagi sampai sore hari. Begitu Ayah muncul dari jalan, Ayah segera mengamati-mu dengan cermat, memandang hingga lutut, memandangmu yang sedang bermain kelereng. Ada lubang-lubang pada kaus kakimu. Ayah menghinamu didepan kawan-kawanmu, lalu menggiringmu untuk pulang kerumah. Kaus kaki mahal – dan kalau kau yang harus membelinya, kau akan lebih berhati-hati! Bayangkan itu, Nak, itu keluar dari pikiran seorang ayah!.

Apakah kau ingat, nantinya, ketika Ayang sedang membaca di ruang perpustakaan, bagaimana kau datang dengan perasaan takut, dengan rasa terluka dalam matamu? Ketika ayah terus memandang Koran, tidak sabar karena gangguanmu, kau jadi ragu-ragu didepan pintu. “kau mau apa?” semprot Ayah.

Kau tidak berkata sepatahpun, melainkan berlari melintas dan melompat ke arah Ayah, kau melemparkan tanganmu melingkari leher saya dan mencium ayah, tangan-tanganmu yang kecil semakin erat memeluk dengan hangat, kehangatan yang telah Tuhan tetapkan untuk mekar di hatimu dan yang bahkan pengabaian sekalipun tidak akan mampu melemahkannya. Dan kemudian kau pergi, bergegas menaiki tangga.

Nah, Nak, sesaat setelah itu kau jatuh dari tangan Ayah, dan satu rasa takut yang menyakitkan menerpa Ayah. Kebiasaan apa yang sudah Ayah lakukan? Kebiasaan dalam menemukan kesalahan, dalam mencerca – ini adalah hadiah Ayah untukmu sebagai seorang anak lelaki. Bukan berarti ayah tidak mencintaimu; Ayah lakukan ini karena Ayah berharap terlalu banyak dari masa muda. Ayah sedang mengukurmu dengan kayu pengukur dari tahun-tahun Ayah sendiri.

Dan sebenarnya begitu banyak hal yang baik dan benar dalam sifatmu. Hati mungil milikmu sama besarnya dengan fajar yang memayungi bukit-bukit luas. Semua ini kau tunjukan dengan sikap spontanmu saat kau menghambut masuk dan mencium Ayah sambil mengucapkan selamat tidur. Tidak ada masalah lagi malam ini, Nak, Ayah sudah datang ketepi pembaringanmu dalam kegelapan. Dan Ayah sudah berlutut disana, dengan rasa malu!

Ini adalah sebuah rasa tobat yang lemah; Ayah tahu kau tidak akan mengerti hal-hal seperti ini Kalau Ayah sampaikan padamu saat kau terjaga. Tapi esok hari Ayah akan menjadi Ayah sejati! Ayah akan bersahabat karib denganmu, dan ikut menderita bila kau menderita, dan tertawa bila kau tertawa. Ayah akan menggigit lidah Ayah kalau kata-kata tidak sabar keluar dari mulut Ayah. Ayah akan terus mengucapkanya kata ini seolah-olah sebuah ritual; “Dia Cuma seorang anak kecil- anak lelaki kecil!

Ayah khawatir sudah membayangkanmu sebagai seorang lelaki. Namun, saat Ayah memandangmu sekarang, Nak, meringkuk berbaring dan letih dalam tempat tidurmu, Ayah lihat bahwa kau masih seorang bayi. Kemarin kau masih dalam gendongan ibumu, kepalamu berada di bahu ibumu. Ayah sudah meminta terlalu banyak, sungguh terlalu banyak.

Sebagai ganti dari mencerca orang, mari kita coba untuk mengerti mereka. Mari kita berusaha mengerti mengapa melakukan apa yang mereka lakukan. Hal itu jauh lebih bermanfaat dan menarik minat daripada kritik; dan melahirkan simpati, toleransi dan kebaikan hati “Untuk benar-benar mengenal semua, kita harus memanfaatkan semua.”

Seperti yang dikatakan Dr. Johson: “Tuhan sendiri tidak menghakimi orang hingga tiba pada akhir hari-harinya.”

Mengapa saya dan anda harus melakukannya?

Mengubah Pola Fikir

Sekelompok wisatawan tertahan di suatu tempat asing diluar kota. Mereka hanya menemukan bahan makanan yang kadaluarsa. Karena lapar, mereka terpaksa menyantapnya, meskipun sebelumnya dicobakan dulu kepada seekor anjing yang ternyata menikmatinya dan tak terlihat efek sampingnya. Keesokan harinya, ketika mendengar anjing itu mati, semua orang menjadi cemas. Banyak yang mulai muntah dan mengeluh badannya panas dan terserang diare. Seorang dokter dipanggil untuk merawat para penderita keracunan makanan. Sang dokter mulai mencari sebab musababnya dari seekor anjing. Ketika hendak dilacak, eh ternyata anjing itu sudah mati karena terlindas mobil.

Apa yang menarik dari cerita diatas? Ternyata kita bereaksi menurut apa yang kita fikirkan, bukan berdasarkan kenyataan itu sendiri, we see the world as we are, not as it is. Akar segala sesuatu adalah cara kita melihat.

Cara kita melihat mempengaruhi apa yang kita lakukan, dan apa yang kita lakukan mempengaruhi apa yang kita dapatkan. Ini disebut sebagai model See-Do-Get. Perubahan yang mendasar baru akan terjadi ketika ada perubahan cara melihat. Ada cerita menarik mengenai sepasang suami - istri yang telah bercerai. Suatu hari, Astri, nama wanita itu, datang ke kantor Roy, mantan suaminya. Saat itu Roy sedang melayani seorang pelanggan. Melihat Astri menunggu dengan gelisah, pimpinan kantor menghampirinya dan mengajaknya berbincang-bincang.

Si Bos berkata, “Saya begitu senang, suami anda bekerja untuk saya. Dia seorang yang sangat berarti dalam perusahaan kami, begitu penuh perhatian dan baik budinya.” Setelah Astri terpengaruh mendengar pujian si bos. Setelah Astri pergi, ia menjelaskan, “Kami tak hidup bersama lagi sejak 6 bulan lalu, dan sekarang dia hanya datang menemui saya bila membutuhkan tambahan uang untuk putra kami.

Bebera minggu kemudian telepon berbunyi untuk Roy. Ia mengankat dan berkata, “Baiklah Ma, kita akan melihat rumah itu bersama setelah jam kerja.” Setelah itu ia menghampiri bosnya dan berkata, “ Astri dan saya telah memutuskan memulai lagi perkawinan kami. Dia melihat saya secara berbeda tak lama setelah Bapak berbicara padanya tempo hari.” Bayangkan, perubahan drastis terjadi semata-mata karena perubahan dalam cara melihat. Awalnya, Astri mungkin melihat suaminya sebagai seorang yang menyebalkan, tapi ternyata dimata orang lain Roy sungguh menyenangkan. Astrilah yang mengajak rujuk, dan mereka kembali menikmati rumah tangga yang jauh indah dari sebelumnya.

Segala Sesutu yang kita lakukan berakar dari cara kita melihat masalah. Karena itu, bila ingin mengubah nasib secara drastic, kita memerlukan revolusi cara berfikir. Stephen Covey pernah mengatakan: “ Kalau anda menginginkan perubahan kecil dalam hidup, garaplah perilaku anda, tapi bila anda menginginkan perubahan-perubahan yang besar dan mendasar, garaplah paradigma anda.”

Covey benar, perubahan tidak selalu dimulai dari cara kita melihat (See). Ia juga bisa dimulai dari perilaku anda (Do). Namun, efeknya sangat berbeda. Ini contoh sederhana. Anak saya, Alisa yang berusia empat tahun selalu menolak kalau diberi minyak ikan. Padahal, itu diperlukan untuk meningkatkan perkembangan otak dan daya tahan tubuhnya.betapapun kami membujuknya, ia tetap menolak. Dengan maksud baik, kadang-kadang kami memaksanya menelan minyak ikan. Ia menangis dan meronta-ronta. Kami memang berhasil memaksanya, tapi ini bukan sesuatu yang win-win kami menang, ia kalah. Ini pendekatan yang dimulai dengan Do. Kami sadar harus mencari cara lain. Untungnya, istri saya puny ide menarik. Ia pun mulai dengan mengubah paradigma Alisa. Kami tahu Alisa sangat suka sirup. Karena itu minyak ikan tersebut kami campur dengan air dalam gelas. Ternyata, ia sangat gembira dan menikmati “sirup” minyak ikan itu. Bahkan, sekarang ia tak mau mandi sebelum minum “sirup” tersebut.

Contoh sederhana ini menggambarkan peoses perubahan yang bersifat inside-out (dari dalam keluar). Perubahan ini bersifat sukarela dan datang dari Alisa sendiri. Jadi, tidak ada keterpaksaan. Inilah perubahan yang diawali dari See. Perubahan yang dimulai dengan Do, bersifat sebalikya, yaitu out-side-in.

Orang tidak korupsi karena takut akan hukumannya, bukan karena kesadaran. Pada dasarnya orang tersebut belum berubah, karena itu ia masih mencari selah-selahya yang dapat dimanfaatkannya. Pendekatan SDM berusaha mengubah cara berfikir orang.

Akar korupsi sebenarnya adalah kepada cara orang melihat. Selama jabatan dilihat sebagai kesempatan memupuk kekayaan, bukannya sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan, selama itu pula korupsi tidak akan pernah hilang. Ini lah pendekatan Inside-out. Memang jauh lebih sulit, tetapi efek yang dihasilkan jauh lebih mendasar.

Cara kita melihat masalah sesungguhnya adalah masalah itu sendiri. Karena itu, untuk mengubah nasib, yang perlu anda lakukan Cuma satu; ubahlah cara anda melihat masalah. Mulailah melihat atasan yang otoriter, bawahan yang tak kooperetif, pelanggan yang cerewet dan pasangan yang mau menang sendiri sebagai tantangan dan rahmat yang terselubung. Orang-orang ini sangat berjasa karena dapat membuat anda lebih kompeten,lebih professional, lebih arif dan lebih sabar. Saya menyukai apa yang dikatakan John Gray, pengarang buku Men Are From Mars And Women Are From Venus. Gray melihat masalah dan kesulitan dengan cara yang berbeda. Ujarnya. “Semua kesulitan sesunggunya merupakan kesempatan kita untuk tumbuh

Senin, 24 Desember 2007

dunia-kita-sudah-tua-janganlah-ia-terus-didera


PEMANASAN global - adakah ia satu andaian, satu teori saintifik, atau adakah ia satu fakta yang sahih, dan kesannya kini sedang kita alami?

Golongan yang berpegang pada sains sudah pasti percaya bahawa fenomena ini memang wujud dan semakin meruncing sehingga merobah corak cuaca dan suhu dunia menjadi tidak menentu.

Mereka yang lebih cenderung mentafsir setiap perubahan dunia mengikut kepercayaan agama akan berkata, segala yang dialami manusia sekarang semata-mata atas kehendakNya dan bukan kerana pemanasan dunia.

Mungkin juga ada segelintir yang berpendapat cuaca ekstrim yang dialami dunia sekarang adalah sesuatu yang tidak boleh disekat kerana ia menepati peredaran semula jadi dunia yang semakin tua.

Apapun pendirian kita, yang pasti perubahan ketara cuaca dan suhu kini dirasai di seluruh dunia dan jutaan manusia menderita akibatnya, termasuklah lebih 100 ribu mangsa bah besar di selatan tanah air.

Menurut laporan Pertubuhan Meteorologi Sedunia (WMO) perubahan cuaca dan suhu dunia mula ketara pertengahan tahun lalu.

Kawasan yang sepatutnya kering, disimbahi hujan, kawasan yang sepatutnya sejuk, semakin panas dan begitu juga sebaliknya.

Laut beku dan glasier di kutub mencair pada kadar yang membimbangkan, mengakibatkan paras laut semakin tinggi, sementara lubang ozone di Antartika pada akhir tahun lalu dicatatkan sebagai paling luas pernah direkodkan.

Sama ada kita berpegang pada sains, fahaman agama atau peredaran semula jadi, punca kepada fenomena yang kita alami kini adalah sama, iaitu keangkuhan manusia yang tidak tahu menghargai dan menghormati alam sekitar.

Mengikut teori sains, kegiatan manusia mengakibatkan perlepasan gas-gas rumah hijau — karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrus oksida (N2O) — penyumbang besar kepada proses pemanasan dunia.

Kepercayaan agama pula, secara umumnya, menuntut manusia agar sentiasa bersyukur dengan kurniaanNya, supaya tidak tamak haloba, supaya menghormati dan menghargai segala kejadianNya. Juga, setiap perbuatan itu ada balasannya.

Dan inilah balasan yang kita terima daripada Yang Maha Esa kerana keangkuhan kita tidak menghargai alam sekitar yang diwujudkanNya untuk kita nikmati bersama.

Tidak cukup itu, udara nyaman kita kotori dengan asap dari jutaan kenderaan yang menggunakan bahan api fosil yang mencemarkan serta pelbagai pelepasan asap industri. Sungai yang bersih kita jadikan tong sampah. Untuk kemudahan manusia, baja bukan organik digunakan secara meluas, mencemar tali air, sungai dan laut dan ini semua menyumbang kepada meningkatnya emisi gas rumah hijau yang memerangkap haba di atmosfera, menjadikan permukaan bumi semakin meluap.

Hutan hijau yang membantu menapis gas-gas rumah hijau ini pula kita gondolkan tanpa mengira hari esok dan bukit kita tarah. Pendek kata, tidak ada kejadian Tuhan yang tidak dimusnahkah manusia untuk memuaskan nafsu.

Kesan daripada sifat tamak manusia itu dunia kini berhadapan masalah besar.

Sebagai contoh, suhu pada musim sejuk di Eropah bagi 2006 adalah yang tertinggi pernah dicatatkan sehingga banyak pusat peranginan sukan ski tidak dapat dibuka kerana cenuram tidak bersalji.

Di beberapa bahagian benua itu, pohon buah-buahan sudah mula berbunga dan berputik walaupun musim sejuk belum berakhir, dan ini membingungkan peladang.

Beruang kutub pula dilaporkan mula memasuki kawasan penempatan manusia untuk mencari makan kerana pencairan laut beku memusnahkan habitatnya dan menyebabkan haiwan itu sukar memburu untuk mencari makanan.

Contoh lebih dekat ialah kekerapan ribut tropika dan taufan yang lebih dari biasa yang melanda beberapa negara jiran.

Dan terakhir, curahan hujan di beberapa kawasan di negara ini pada kadar ekstrim yang belum pernah dialami sebelum ini, sementara benua terkecil dunia, Australia kini berhadapan masalah kemarau terburuk dalam sejarah modernnya.

Semoga pembalasan balik dari alam semula yang kita rasai dengan amat ketara sejak dua tahun kebelakangan ini akan memberikan kesedaran dan kekuatan politik kepada kerajaan-kerajaan di dunia untuk mengetatkan undang-undang menyekat semua bentuk pencemaran.

Setiap individu juga patut belajar peka terhadap masalah ini dan buatlah apa yang termampu untuk memelihara kesihatan dunia kita.

Kita perlu ambil maklum bahawa dunia kita telah terlalu tua, dan kerana itu juga mungkin telah menjadi lebih sensitif pada penderaan yang dilakukan manusia ke atasnya.

Jagalah ia agar tidak merajuk atau lebih buruk lagi bertindak-balas di luar dugaan. Dunia adalah satu-satunya “rumah kita” di alam semesta

Berbicara di Depan Publik

Salah satu hal yang paling kita takuti baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan profesional kita adalah ketika kita harus berbicara di depan banyak orang, baik untuk acara sosial, seminar, kuliah, presentasi bisnis, pidato perpisahan, bahkan dalam acara reuni sekolah yang sebagian besar hadirin telah kita kenal dengan baik. Berbicara di depan publik bagi sebagian besar kita adalah sesuatu yang menegangkan dan menakutkan, seakan seluruh mata para hadirin sedang menghakimi kita. Kita seakan-akan menjadi terdakwa yang sedang diadili oleh para hadirin.

Pengelola rubrik:
Aribowo Prijosaksono dan Roy Sembel

Aribowo Prijosaksono (email:aribowo_ps@hotmail.com) dan Roy Sembel (http://www.roy-sembel.com) adalah co-founder dan direktur The Indonesia Learning Institute – INLINE (http://www.inline.or.id), sebuah lembaga pembelajaran untuk para eksekutif dan profesional.


Berbicara di depan publik, suka atau tidak merupakan keterampilan yang harus kita kuasai, karena pada suatu saat dalam kehidupan kita, pastilah kita harus berbicara di hadapan sejumlah orang untuk menyampaikan pesan, pertanyaan, tanggapan atau pendapat kita tentang sesuatu hal yang kita yakini. Hal yang sederhana misalnya kita harus berbicara di depan para tamu pada acara ulang tahun anak kita atau hal yang menentukan karier kita seperti mempresentasikan proposal proyek atau tentang produk kita di hadapan sejumlah mitra bisnis atau calon pembeli.

Lima Unsur
Berbicara di depan publik merupakan salah satu seni berkomunikasi. Dalam edisi Mandiri ke-38 kita telah membahas topik komunikasi. Seperti yang pernah kita bahas sebelumnya dalam edisi tersebut, ada lima komponen atau unsur penting dalam komunikasi yang harus kita perhatikan. Kelima unsur tersebut adalah: pengirim pesan (sender), pesan yang dikirimkan (message), bagaimana pesan tersebut dikirimkan (delivery channel atau medium), penerima pesan (receiver), dan umpan balik (feedback).

Hukum Komunikasi
Selain itu kita juga telah membahas 5 Hukum Komunikasi Yang Efektif (The 5 Inevitable Laws of Efffective Communication) yang kita rangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH (Respect, Empathy, Audible, Clarity, Humble), yang berarti merengkuh atau meraih. Karena kita berkeyakinan bahwa komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain. Berikut kami uraikan kembali kelima hukum komunikasi efektif tersebut dalam konteks dan sebagai fondasi bagi kita untuk mengembangkan kemampuan berbicara di depan publik.
Hukum pertama dalam berkomunikasi secara efektif, khususnya dalam berbicara di depan publik adalah sikap hormat dan sikap menghargai terhadap khalayak atau hadirin. Hal ini merupakan hukum yang pertama dalam kita berkomunikasi dengan orang lain, termasuk berbicara di depan publik. Kita harus memiliki sikap (attitude) menghormati dan menghargai hadirin kita. Kita harus ingat bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika kita bahkan harus mengkritik seseorang, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaaan orang tersebut.
Hukum kedua adalah empati, yaitu kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya. Oleh karena itu dalam berbicara di depan publik, kita harus terlebih dulu memahami latar belakang, golongan, lapisan sosial, tingkatan umur, pendidikan, kebutuhan, minat, harapan dan sebagainya, dari calon hadirin (audiences) kita. Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima.
Empati bisa juga berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif atau siap menerima masukan atau pun umpan balik apa pun dengan sikap yang positif. Banyak sekali dari kita yang tidak mau mendengarkan saran, masukan apalagi kritik dari orang lain. Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi satu arah tidak akan efektif manakala tidak ada umpan balik (feedback) yang merupakan arus balik dari penerima pesan. Oleh karena itu dalam berbicara di depan publik, kita perlu siap untuk menerima masukan atau umpan balik dengan sikap positif.
Hukum ketiga adalah audible. Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Audible dalam hal ini berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui medium atau delivery channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik.
Hukum keempat adalah kejelasan dari pesan yang kita sampaikan (clarity). Selain bahwa pesan harus dapat diterima dengan baik, maka hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Clarity juga sangat tergantung pada kualitas suara kita dan bahasa yang kita gunakan. Penggunaan bahasa yang tidak dimengerti oleh hadirin, akan membuat pidato atau presentasi kita tidak dapat mencapai tujuannya. Seringkali orang menganggap remeh pentingnya Clarity dalam public speaking, sehingga tidak menaruh perhatian pada suara (voice) dan kata-kata yang dipilih untuk digunakan dalam presentasi atau pembicaraannya.
Hukum kelima dalam komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Kerendahan hati juga bisa berarti tidak sombong dan menganggap diri penting ketika kita berbicara di depan publik. Justru dengan kerendahan hatilah kita dapat menangkap perhatian dan respon yang positif dari publik pendengar kita.
Kelima hukum komunikasi tersebut sangat penting untuk menjadi dasar dalam melakukan pembicaraan di depan publik. Berikut adalah beberapa tips atau kiat-kiat untuk public speaking yang kami adaptasi dari buku Say It Like Shakespeare, karangan Thomas Leech.

Persiapan
Hal yang paling penting dalam persiapan kita untuk berbicara di depan publik adalah membangun rasa percaya diri dan mengendalikan rasa takut dan emosi kita. Bahkan banyak pakar komunikasi yang mengatakan bahwa persiapan mental jauh lebih penting daripada persiapan materi atau bahan pembicaraan. Meskipun demikian, persiapan materi juga sangat mempengaruhi kesiapan mental kita. Kesiapan mental yang positif merupakan syarat mutlak bagi kita dalam berbicara di depan publik. Pastikan juga bahwa anda beristirahat dan tidur yang cukup menjelang waktu anda berbicara di depan publik dan majulah dengan sikap optimis dan sukses. Berikut adalah hal-hal yang perlu kita perhatikan dalam menyampaikan pesan kepada publik:
Kualitas suara kita merupakan faktor kunci yang menentukan apakah hadirin memperhatikan kita maupun pesan yang kita sampaikan. Pastikan bahwa suara anda cukup keras dan jelas terdengar bahkan oleh hadirin yang duduk paling jauh dari anda sekalipun. Jika tersedia, selalu gunakan pengeras suara (loudspeaker), meskipun anda merasa suara anda sudah cukup keras. Cobalah dengan berlatih mendengarkan suara anda sendiri. Caranya dengan menutup mata, berbicaralah, kemudian perhatikan kualitas, kekuatan dan kejelasan suara anda.
Suara kita merupakan aset kita yang paling berharga dalam berkomunikasi secara lisan. Oleh karena itu memelihara kualitas suara dan berlatih secara kontinu merupakan keharusan jika kita ingin menjadi pembicara publik yang sukses. Jika suara kita kurang bagus dan sumbang, kita dapat mencari pelatih suara profesional atau mengikuti kursus atau pendidikan (seperti misalnya di Institut Kesenian Jakarta) untuk meningkatkan kualitas suara kita. Apalagi misalnya anda bercita-cita jadi presenter, pembicara publik, MC dan sebagainya. Anda harus benar-benar memperhatikan kualitas suara anda.
Bahasa dan kata-kata yang kita gunakan merupakan faktor kunci lain yang menentukan kemampuan komunikasi kita. Bahasa yang baik dan tepat dapat membantu memperjelas dan meningkatkan kualitas presentasi atau pembicaraan kita. Oleh karena itu perlu sekali bagi kita untuk memperhatikan kata-kata dan bahasa yang kita pilih.
Pikirkanlah kata-kata yang akan anda gunakan, karena kemampuan berbahasa yang buruk akan tercermin pada kualitas penyampaian pesan kita. Hindari menggunakan kata-kata yang tidak perlu, seperti: apa itu ….. apa namanya…ehm….you know…. dll. Jangan mengucapkan kata-kata: maaf…..Jika anda salah mengucap, cukup anda ulangi sekali lagi kalimat tersebut dengan benar.
Penampilan adalah kesan pertama. Jadi kita harus pastikan bahwa pada saat kita maju atau berdiri untuk berbicara, hadirin atau audiens kita memperoleh kesan yang baik terhadap kita. Pastikan bahwa penampilan kita membawa pesan yang positif, dan kita kelihatan lebih baik dan merasa lebih baik. Gunakan pakaian yang sesuai dengan suasana pertemuan, dan sesuai dengan jenis pakaian yang digunakan oleh para hadirin lainnya.

Komunikasi Non-verbal
Yang dimaksud dengan komunikasi non-verbal adalah: kontak mata, ekspresi wajah, penampilan fisik, nada suara, gerakan tubuh, pakaian dan aksesoris yang kita gunakan – semuanya memberikan efek atau pengaruh yang cukup besar terhadap penyampaian pesan kita. Para hadirin akan kebingungan ketika bahasa tubuh kita misalnya berbeda dengan bahasa verbal yang kita ucapkan. Biarkan tubuh kita berkomunikasi juga dengan audiens kita. Bahasa tubuh kita sebagai pembicara atau pengirim pesan dan bahasa tubuh pendengar atau audiens kita dapat membantu atau menghalangi proses komunikasi. Jika hadirin duduk dengan sikap seperti mau tidur atau menunjukkan wajah bosan, berarti kita harus mengubah suasana atau cara kita menyampaikan pesan.

Persiapan Mental
Dalam membangun kesiapan mental kita dalam berbicara di depan publik, hal pertama yang perlu kita lakukan adalah mengurangi ketegangan fisik dengan cara melakukan senam ringan (stretching). Karena kita tidak dapat menurunkan ketegangan mental sebelum kita mengendorkan otot-otot tubuh kita yang tegang. Seperti yang dikatakan oleh psikolog Amerika yang terkenal Dr. Richard Gillett, ”It is almost impossible to go into alpha without considerable muscular relaxation.” Hampir tidak mungkin masuk ke kondisi alpha (kondisi gelombang otak atau mental yang relaks) tanpa mengendorkan otot-otot tubuh. Biasanya saya memegang ujung kaki sambil berdiri membungkuk selama sepuluh detik. Kemudian tarik napas yang panjang dan dalam, tahan beberapa detik, kemudian keluarkan napas pelan-pelan. Selanjutnya anda bisa batuk sekali atau minum segelas air putih untuk mempersiapkan vokal anda.
Cara lain yang efektif untuk membangun kesiapan mental adalah dengan datang ke tempat pertemuan lebih awal. Dengan demikian kita dapat mengetahui suasana dan keadaan terlebih dahulu. Selanjutnya kita bisa mencari dukungan (back up support) dari orang-orang yang kita kenal maupun kenalan baru serta dari mereka yang mengharapkan kita sukses dalam presentasi nantinya. Mengobrollah dengan mereka sebelum presentasi dimulai.
Berikut adalah beberapa prinsip dalam mempersiapkan mental kita sebelum berbicara di depan publik:

1. Berbicara di depan publik bukanlah hal yang sangat menegangkan. Dunia tidak runtuh jika anda tidak melakukannya dengan baik. Tidak akan ada hal yang buruk yang akan terjadi setelah presentasi atau penyampaian anda. Jadi tenang dan relaks saja.
2. Kita tidak perlu menjadi orang yang sempurna, cerdas ataupun brilian untuk berbicara di depan publik.
3. Siapkan 2-3 poin pembicaraan atau pertanyaan, karena audiens anda akan sulit untuk mengingat atau memperhatikan lebih dari tiga hal dalam satu waktu.
4. Kita harus memiliki tujuan atau sasaran yang jelas dan terarah.
5. Kita tidak perlu menganggap diri kita adalah seorang pembicara publik. Tujuan kita adalah menyampaikan pesan (message) kita kepada hadirin.
6. Kita tidak perlu harus dapat sepenuhya menguasai seluruh hadirin. Biarkan saja kalau ada beberapa yang tidak menaruh perhatian. Fokuskan perhatian kita pada mereka yang tertarik dan mendengarkan presentasi kita.
7. Kita harus ingat bahwa sebagian besar hadirin menginginkan kita berhasil dalam presentasi atau penyampaian pesan kita.

Siapkan Pesannya
Dalam mempersiapkan public speaking, selain persiapan mental, persiapan materi juga harus dilakukan dengan baik dan benar. Karena kesiapan materi atau pesan yang akan kita sampaikan akan sangat mempengaruhi kesiapan kita secara mental. Hal yang paling penting adalah kesiapan pendengar atau audiens untuk menerima pesan kita. Biasanya kita harus menyampaikan pokok-pokok pemikiran atau ringkasan dari apa yang mau kita sampaikan sehingga audiens juga memiliki kesiapan mental untuk menerima pesan tersebut. Paling tidak agenda atau outline bahan pembicaraan kita sudah jauh-jauh hari kita sampaikan terlebih dulu.
Hal yang pertama dalam mempersiapkan materi adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai materi yang akan kita sampaikan baik dari buku-buku referensi, tulisan atau publikasi lainnya. Kita juga perlu memperoleh informasi tentang audiens kita, baik tingkatan umur, maupun pendidikan, pengalaman, bidang keahlian, minat dan sebagainya. Sehingga kita bisa empati (ingat hukum komunikasi kedua) dan berbicara dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh audiens kita. Berikut adalah hal-hal yang perlu kita perhatikan dalam mengembangkan topik atau materi:
1. Perkayalah topik dan bacaan yang telah kita lakukan dengan hal yang uptodate dan riil terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman kita, maupun pengalaman orang lain adalah bahan yang menarik untuk kita angkat.
2. Hilangkan bagian-bagian yang dirasakan membuat kita tidak fokus, menimbulkan keragu-raguan atau melebihi jadwal waktu yang tersedia untuk kita.

Kemudian kita tetapkan terlebih dulu apa tujuan atau sasaran kita. Apa yang menjadi tujuan seminar, rapat, kuliah atau pertemuan ini? Apa yang menjadi harapan panitia, kita sebagai pembicara dan seluruh hadirin yang ada? Penetapan tujuan ini sangat berkaitan dengan informasi yang kita dapatkan mengenai pendengar atau hadirin kita, apa yang menjadi tujuan dan harapan mereka? Dapatkan umpan balik dari teman-teman anda atau mereka yang ahli dalam bidang yang akan kita presentasikan.
Setelah itu kemudian barulah kita susun peta pemikiran dari topik yang dipilih. Mengenai teknik pemetaan pemikiran pernah kita sampaikan pada edisi Mandiri 40. Teknik ini merupakan cara untuk meringkas suatu tema atau pokok pikiran yang ada dalam buku. Pertama, kita awali dengan menuliskan tema pokok di tengah-tengah halaman kertas kosong. Kemudian seperti pohon dengan cabang dan ranting kita kembangkan tema pokok menjadi sub-tema di sekelilingnya dengan dihubungkan memakai garis seperti jari-jari roda.
Setelah itu buatlah agenda, outline atau catatan kecil tentang urutan pembicaraan yang akan kita sampaikan. Sisipkan anekdot, kuis, cerita ilustrasi, games, dan latihan-latihan untuk menjaga agar audiens tidak bosan dan mengantuk. Persiapan tersebut termasuk menyusun makalah, powerpoint presentation, transparent sheets, handouts, video presentation, dan sebagainya sebagai materi utama presentasi anda. Ingat pada saat presentasi jangan membacakan makalah atau terpaku pada bahan utama anda. Berbicaralah seakan anda sedang berbicara dengan satu-dua orang saja. Gunakan kontak mata dan fokuskan perhatian pada mereka yang memperhatikan presentasi anda. Tetapi sebisa mungkin anda memproyeksikan pembicaraan anda ke seluruh ruangan dan seluruh hadirin.

Alat Bantu Visual
Untuk meningkatkan kualitas penyampaian pesan (hukum ketiga audible), kita harus menguasai kegunaan dan penggunaan alat bantu visual seperti misalnya slide, overhead projector, LCD (infocus) projector yang langsung dihubungkan dengan komputer atau notebook anda. Sebagian besar orang lebih mudah menangkap informasi yang berupa gambaran visual daripada mendengarkan. Apalagi jika kita menggunakan data-data numerikal, akan lebih menarik jika disajikan dalam bentuk grafik, tabel atau bagan warna-warni. Anda bisa menggunakan software tertentu misalnya powerpoint, untuk menggabungkan pointers anda dengan suara, foto, clip art, animasi, dan video dalam satu file presentasi. Kemampuan menggunakan alat bantu visual ini akan memberikan kesan pertama kepada audience bahwa kita siap melakukan presentasi.
Tetapi sekali lagi jangan terfokus pada alat bantu tersebut. Apalagi jika terjadi kesalahan atau gangguan teknis, anda harus selalu siap dengan cara presentasi yang langsung tanpa alat bantu. Atau sebaiknya ada teknisi yang siap untuk mengatasi gangguan teknis tersebut. Jangan sampai gara-gara alat bantu visual, anda kehilangan momentum untuk menyampaikan topik atau materi presentasi anda.
Jadi dalam penyampaian pesan kepada publik, baik berupa pertanyaan, pidato, kuliah, seminar, sepatah kata, yang paling penting bagi kita adalah bahwa pesan kita dapat tersampaikan kepada penerima pesan dengan baik dan jelas. Berbicara di depan publik bukan ujian atau pun pengadilan untuk mengadili penampilan, kecerdasan, kecantikan atau pun keluasan pengetahuan kita. It is simply a process of conveying your message to the targetted audiences — nothing more nothing less.n

Kemahiran Eksekusi

Oleh Ubaydillah, AN

Jakarta, 17 Juni 2003

Dalam dunia perang, eksekusi adalah maksud yang dibarengi tindakan untuk menembakkan peluru ke arah lawan. Eksekusi bukanlah keputusan di atas kertas putih atau kertas mental tetapi pelaksanaan keputusan. Kalau ada lima ekor burung di hadapan kita kemudian kita putuskan untuk menembak satu ekor, maka burung itu masih tetap berjumlah lima ekor sebab maksud kita baru berupa keputusan belum eksekusi. Seorang tokoh samurai terkenal, Musashi, mendefinisikan eksekusi dengan ungkapan: "taking proper action in appropriate time" (bertindak pada saat yang tepat). Kemahiran eksekusi menjadi keahlian vital untuk mengetahui kapan saat yang tepat untuk melepaskan peluru, mendeteksi posisi lawan, dan bersembunyi.

Pendapat Musashi tentang wilayah perang yang sedemikian berkabut sehingga menuntut keahlian eksekusi, menurut Jalaluduin Rumi (dalam Reynold A. Nicholson: 1993) merupakan hukum usaha yang intinya bergelut dengan kemungkinan antara gagal (meleset) dan sukses (mengenai sasaran). Dikatakan dalam sebuah syairnya yang jika diprosakan mengandung pengertian, kalau orang bertindak belum tentu berhasil tetapi kalau tidak bertindak pasti rugi karena ia tidak akan menemukan apapun.

Dari segi kita sendiri, selaku selaku eksekutor gagasan usaha (karir, bisnis, dll), sebenarnya apa yang dibutuhkan adalah penyiasatan dalam hal menciptakan pembekalan dan persiapan mental untuk memperkecil dampak kabut kemungkinan. Faktor-faktor yang merupakan pembekalan dan persiapan dalam meningkatkan kemahiran eksekusi dapat jelaskan sebagai berikut:

Kompetensi

Kalau merujuk pada acuan kemiliteran (Army Leadership: 2002), kemahiran eksekusi didukung oleh penguasaan empat wilayah (domain) keahlian yang terdiri atas: interpersonal (Interpersonal), konseptual (conceptual), tekhnis (technical), dan taktik (tactics).

1.

Interpersonal

Interpersonal adalah kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain (networking skill). Dalam kaitannya dengan penyelesaian misi tidak cukup hanya dengan kenal, atau pertukaran kartu nama melainkan networking yang sudah mencapai level saling memahami: anda mengetahui orang yang mengetahui anda dan mengetahui apa yang harus dilakukan atas nama misi bersama. Peranan saling memahami di sini dimaksudkan dapat mereduksi potensi gap komunikasi yang disebabkan oleh perbedaan level harapan, pengetahuan atau status.

Keahlian Interpersonal tidak dimiliki hanya dengan mendalami ilmu (the science) tetapi perlu penguasaan terhadap seni dalam menjalin hubungan (the art). Orang yang telah terasah di bidang ini biasanya sudah tahu apa yang tepat dilakukan kepada orang lain guna merealisasikan apa yang diinginkan dari orang lain untuk memperlakukan dirinya. Rata-rata keahlian Interpersonal didukung oleh penguasaan senbi berkomunikasi (the art of communication) dengan bahasa tubuh, lisan dan tulisan. Dalam praktek, menurut beberapa penelitian dan pendapat pakar psikologi sosial, penguasaan bahasa tubuh lebih berperan mempengaruhi bobot eksekusi. “Human relationships are established and developed MAINLY by non verbal signals, although words are also used (Winston Fletcher, MT: 2000).

2.

Konseptual

Konseptual adalah kemampuan untuk memahami dan menggunakan doktrin dan ide yang berkembang tentang sebuah pekerjaan. Keahlian ini berfungsi untuk meramu bahan baku menjadi sebuah rumusan pekerjaan yang akan dieksekusi seperti layaknya seorang arsitektur. Keahlian konseptual yang dikuasai akan menentukan bentuk desain bangunan yang akan diselesaikan meskipun bahan baku yang digunakan oleh arsitektur ketinggalan zaman dan arsitektur yang tetap ‘in’ tidaklah berbeda jauh. Demikian juga dengan pekerjaan di kantor. Bahan baku yang akan dijadikan peluang umumnya tidak mengalami perbedaan signifikan: orang, informasi, perangkat, keadaan, dll, tetapi bagaimana peluang tersebut akhirnya dieksekusi sangat tergantung pada keahlian konseptual yang kita miliki.

3.

Tekhnikal

Keahlian tekhnikal atau teknis merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengoperasikan peralatan pekerjaan sesuai dengan bidang yang ditekuni. Keahlian tekhnikal berfungsi agar proses pengolahan informasi (pekerjaan) menjadi lebih cepat, lebih akurat dan lebih berbobot sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Keahlian teknis yang tidak seirama dengan sifat dan jenis pekerjaan membuat keahlian itu menjadi mubazir, tidak berguna, bahkan pemborosan. Keahlian tehnis erat kaitannya dengan penguasaan teknologi yang biasanya memiliki tingkat perubahan tertinggi mengalahkan temuan pengetahuan. Contoh: teknologi informasi seperti komputer hampir bisa dikatakan mengalami perubahan dalam ukuran minggu/bulan. Penyiasatan yang dapat dilakukan adalah membuat wilayah spesialisasi. Kalau bukan berprofesi sebagai IT rasanya tidak diperlukan memahami seluruh kode instruksi yang muncul setiap saat. Cukup memahami bagaimana menggunakan apa yang kita butuhkan.

4.

Taktik

Keahlian taktik merujuk pada kemampuan bermain di lapangan (the art of playing). Kecanggihan gaya bermain dalam menjalani eksekusi di lapangan biasanya didukung oleh pemahaman lapangan (intuisi) dan pengetahuan faktual (interpretasi). Menurut hukum akumulasi keahlian taktik tidak dimiliki hanya dengan satu kali menjalani eksekusi tetapi buah dari proses pengasahan yang lama. Hukum akumulasi itu dapat kita artikan dengan kumpulan pengalaman kalah-menang yang kita maknai sebagai pelajaran hidup.

Karakter

Selain empat keahlian di atas, untuk menjadi seorang eksekutor yang jitu dibutuhkan karakter yang mendukung penyelesaian misi (tugas). Karakter adalah cahaya yang disinarkan dari tindakan kita. Dengan kata lain karakter merupakan inner strength yang menjelma dalam sebuah kekuatan bertindak. Kekuatan karakter berakar pada kepercayaan atau nilai (core of belief) yang dalam kaitannya dengan melatih kemahiran eksekusi ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.

Tidak berprasangka buruk

Nilai dasar dalam menjalin hubungan dengan manusia yang akan menjadi benih keahlian interpersonal adalah dengan memiliki prasangka baik lebih dahulu. Memang pada prekteknya tidak semua manusia pantas menerima predikat baik atau minimalnya baik-baik saja tetapi kalau dikalkulasi untung-ruginya, lebih untung berprasangka baik ketimbang berprasangka buruk terhadap orang lain. Prasangka buruk yang kita jadikan tesis lebih sering menghalangi sinar karakter yang sebenarnya kita miliki dan karena sinar telah redup maka membuat kita menjadi benar-benar tertipu. Padahal kalau mau jujur, hukum alam ini sering mendemonstrasikan dirinya, orang yang tertipu karena prasangka baik atas orang lain lebih enak hidupnya ketimbang orang yang menipu.

2.

Kecerdasan

Semua orang memiliki kecerdasan yang intinya tidak digunakan secara optimal sebanyak yang dimiliki. Terhadap sosok jenius saja para ahli berpendapat kecerdasannya baru digunakan seperlima, apalagi orang umum. Faktor tunggal yang membatasi kecerdasan itu tidak lain adalah pembatas yang kita ciptakan sendiri dan kita persempit wilayah kerjanya hanya sebatas bangku di sekolah. Padahal kecerdasan berguna untuk menyeimbangkan antara kecurigaan terhadap orang lain dan prasangka baik terhadapnya. Kecerdasan juga berfungsi untuk menyeimbangkan antara berpikir global dan bertindak lokal; antara keahlian (konseptual dan technical) yang sudah kita butuhkan dan belum kita butuhkan.

3.

Kesetiaan

Praktek sering mengajarkan, kesetiaan tugas yang terbatas pada kepentingan sesaat atau perubahan keadaan temporer sering membuat orang memiliki mentalitas bongkar-pasang pondasi personal/pekerjaan yang didasarkan semata oleh letupan emosi temperamental yang menolak, bukan menerima keinginan untuk menjadi lebih baik. Kalau praktek demikian terjadi berulang kali maka sudah terjadi perlawanan terhadap hukum akumulasi, bahwa sosok eksekutor yang ahli dihasilkan oleh pemupukan keahlian yang sifatnya kecil dan terus menerus.

Kesetiaan adalah rangkuman dari nilai hidup berupa kesabaran dan kegigihan menjalani proses ‘from nothings to everythings’. Tidak salah kalau ajaran kultural kita selalu menyarankan agar dalam situasi yang berkabut, kita disarankan untuk meminta pertolongan kepada kesabaran (kesetiaan pada prinsip) dan harapan menembus batas (optimisme nilai). Tanpa landasan nilai demikian, kabut-kemungkinan hidup ini bisa menumpulkan kemampuan eksekusi yang akan kita jalankan, alias menjadi tidak memfokus dan patah di tengah jalan.

Mengingat sedemikian luas wilayah kabut dan kemungkinan yang kita hadapi dalam hidup sehari-hari, uraian di atas hanyalah berperan setetes dari jumlah yang sebenarnya kita butuhkan. Untuk mengetahui kapan perlu kita tambah, ada baiknya kita mengingat perkataan Witson Churchill (Mantan PM Inggris): “Kesuksesan adalah kemampuan melangkah dari kegagalan ke kegagalan lain tanpa kehilangan semangat berjuang sedikitpun” (Lot of tries, lot of failures, but still action). Perasaan paling dalam sering mengajarkan bahwa semua yang pernah kita lakukan ternyata tidak berujung pada kesia-siaan meskipun saat itu kita memiliki prasangka yang salah. Semoga berguna. (jp)

8 bahasa tubuh yang harus dihindari

akinlah jika diterapkan hal ini akan memberi perbedaan yang amat besar. 1. Menghindari kontak mata

Ini hanya memperlihatkan rasa kurang percaya diri, gugup dan tidak siap. Luangkan 90 persen atau lebih dari waktu Anda dengan menatap mata para pendegar atau lawan bicara. Banyak orang yang justru mengambil sikap menunduk, seolah membaca catatannya.Para pemimpin dan pengusaha sukses menatap para pendengar/lawan bicaranya secara langsung pada saat mereka berbicara.

2. Bungkuk

Kesan yang tertangkap pertama kali Adalah anda termasuk orang yang tidak percaya diri dan tidak berani. Nah, coba berdiri tegak, posisikan kaki selebar bahu, dan agak maju sedikit ke depan. Tegakkan bahu. Kepala dan tulang belakang harus tegak lurus. Jika kebetulan tengah berbicara di atas panggung/di depan khalayak, jangan gunakan podium untuk menyandarkan tubuh Anda.

3. Tak bisa diam

Gugup, tak yakin, serta kurang percaya diri adalah kesan yang tersirat dari bahasa tubuh yang satu ini. Usahakan agar tubuh tidak bergerak-gerak. Tubuh yang goyang memperlihatkan sikap tidak bisa diam/tidak dapat mengendalikan diri, tidak mampu, tidak menguasai topik yang dipresentasikan.

4. Berdiri bak patung

Apa yang sampai di benak lawan bicara/pendengar adalah Anda orang yang kaku, panik, membosankan, tidak menarik dan tidak dinamis.Saat memberikan presentasi, jangan hanya berdiri seperti patung. Cobalah berjalan, bergerak. Banyak orang beranggapan, cara tepat memberikan presentasi adalah dengan tetap berdiri kaku di satu tempat. Mereka tidak menyadari, sikap tersebut itu justru memperlihatkan sikap yang dingin.

5. Tangan masuk disaku

Gaya ini menunjukkan sikap tak bersahabat dan merasa "terancam" . Sebaiknya keluarkan tangan Anda dari saku dan gerakkan tangan dari waktu ke waktu. Tapi ingat tak perlu melakukan gerakan yang berlebihan karena Anda bukan sedang main drama.

6. Meniru gaya

Mungkin anda merasa gaya si X atau pejabat anu sangat keren saat ia pidato dan Anda pun menirunya mati-matian. Yang terjadi justru sikap Anda terkesan dibuat-buat serta tak alami. Cukup gerakkan tubuh seadanya, jangan berlebihan, jangan meniru gerakan tokoh yang Anda kagumi karena Anda akan tampak aneh. Dengan meniru gerak seseorang, Anda justru akan memperlihatkan kekurangan Anda dan tampak seperti badut.

7. Gerakkan berbunyi

Memainkan kunci mobil yang ada dalam saku celana sambil berbicara, misalnya hanya menunjukkan sikap seseorang yang panik, tidak sopan, dan tidak siap dengan apa yang ingin disampaikan. Sebaiknya sebelum presentasi keluarkan semua kunci atau koin dari saku celana dan taruh di dalam tas. Tanpa segala macam benda yang memperburuk penampilan Anda, sikap panik sudah terpencar dengan sendirinya dari wajah ataupun dari gerakan tubuh Anda.

8. Guyonan berlebihan

Tak ada salahnya melontarkan guyonan atau humor saat memberikan presentasi agar suasana jadi lebih rileks dan tak membosankan. Tapi ingat, jangan lakukan hal itu secara berlebihan dan keluar dari topik yang sedang dibicarakan. Apalagi lelucon yang menjurus dari pornografi. Ingat anda bukan sedang melawak! Anda juga tak ingin kan dicap "kampungan" dan berselera rendah.

Sabtu, 22 Desember 2007

Tantangan Sejarah "Urang" Sunda

Hal itu tidak saja bermakna sebagai media integrasi komunitas tetapi juga sebagai sarana untuk bisa memproyeksikan perjalanan komunitas ke arah yang lebih baik, baik hari ini maupun hari depan.

Keberadaan identitas sebagai media integrasi komunitas bila dikelola dengan baik tidak saja akan melahirkan sense of belonging bagi komunitas tetapi juga bisa jadi sense of pride dan sense of obligation. Dalam konteks inilah, sejarah memainkan peran yang sangat penting. Karena hanya sejarahlah yang mampu memetakan dengan relatif terang dan lengkap perjalanan sebuah komunitas di panggung kehidupan. Berpijak pada alur pikir seperti itu, pengenalan tentang sejarah Sunda bagi komunitas yang bernama etnis Sunda, termasuk mengenali tantangannya, tidak pelak lagi merupakan suatu qonditio sine qua non untuk bisa mengenal dengan baik identitas dan jati dirinya.

Keterbatasan sumber

Untuk bisa mengenali secara utuh sejarah Sunda bukanlah merupakan sesuatu yang mudah. Hal itu khususnya akan terjadi pada sejarah Sunda dari masa prasejarah dan masa Hindu-Budha. Dari kedua masa tersebut sumber-sumber yang tersedia dapat dikatakan sangat terbatas. Oleh karenanya, tidak mengherankan misalnya bila upaya untuk melakukan rekonstruksi sejarah kerajaan Tarumanegara dan kerajaan Sunda secara relatif lengkap masih sulit untuk dilakukan. Hal yang sama juga sebenarnya terjadi dengan masa sesudahnya. Namun, keterbatasan sumber pribumi dari masa pasca. Hindu-Budha seringkali "terselamatkan" oleh ketersediaan sumber-sumber kolonial, khususnya arsip-arsip berbahasa Belanda, baik dari masa VOC maupun pemerintah Hindia Belanda.

Keterbatasan sumber pribumi dalam sejarah Sunda besar kemungkinan berkorelasi dengan rendahnya budaya tulis pada masyarakat Sunda. Padahal, sejarah membuktikan bahwa urang Sunda termasuk etnis terdepan yang pertama kali melek huruf. Menjadi sebuah pertanyaan besar, mengapa hal ini bisa terjadi. Benarkah etnis Sunda miskin akan budaya tulis sebagaimana terlihat dari sedikitnya sumber-sumber pribumi yang mampu menjelaskan sejarah Sunda? Ataukah sebaliknya bahwa etnis Sunda tidaklah miskin akan budaya tulis.

Adapun realitas sejarah yang hingga kini tampil ke permukaan belumlah dapat menggambarkan realitas sebenarnya karena sesungguhnya masih banyak sumber-sumber sejarah milik etnis Sunda, khususnya sumber benda dan tertulis, yang masih "terkubur" alias belum tergali oleh para sejarawan dan peminat sejarah pada umumnya. Kalaulah boleh memilih, mudah-mudahan kondisi kedualah yang kini tengah terjadi sehingga menjadi tantangan bagi siapa saja, khususnya mereka yang mengaku urang Sunda untuk terus berupaya keras menggali sumber-sumber sejarah milik urang Sunda sehingga dapat lebih memperjelas perjalanan sejarah urang Sunda, khususnya perjalanan sejarah urang Sunda di tatar Sunda.

Frame sejarah nasional

Realitas keterbatasan sumber-sumber pribumi yang mampu menjelaskan sejarah Sunda dalam masa-masa awal perkembangannya tentu tidak terjadi pada masa-masa sesudah kemerdekaan. Untuk era pascakemerdekaan kalaupun sumber-sumber tertulis masih sangat terbatas masih dapat ditutupi oleh sumber lisan, benda, bahkan visual. Seiring dengan ketersediaan sumber yang relatif lengkap, kajian-kajian tentang sejarah Sunda pun kini cukup banyak dilakukan, meskipun sebagian besar lebih terfokus di perguruan-perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi yang memiliki jurusan sejarah.

Kalaulah akan dikemukakan tantangan bagi penulisan sejarah Sunda di era kemerdekaan maka salah satunya adalah bagaimana membuat sejarah Sunda agar tidak terperangkap kaku dalam frame sejarah nasional. Dalam kaitan itu, perlu ada pengayaan pendekatan dalam melakukan rekonstruksi sejarah Sunda. Sejarah Sunda dapat direkonstruksi melalui berbagai pendekatan, seperti sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Sebagai contoh, melalui pendekatan politik, sejarah Sunda di era kemerdekaan dapat dipilah ke dalam masa pemerintahan para gubernur yang pernah dan sedang memerintah di tatar Sunda.

Dengan kerangka berpikir seperti itu, sejarah Sunda dapat diurai bahasannya ke dalam masa Sutarjo Kartohadikusumo (19 Agustus 1945-Desember 1945), masa Datuk Jamin (Desember 1945-Juni 1946), masa Murjani (Juni 1946-Maret 1947), masa M. Sewaka (1 April 1947-1948, 1950-1952), masa Ukar Bratakusumah (Desember 1948-1950), masa Sanusi Harjadinata (1952-1956), masa R. Ipik Gandamana (1956-1960), masa Mashudi (1960-1970), Masa Solihin G.P. (1970-1975), masa Aang Kunaefi (1975-1985), masa Yogie S. Memet (1985-1993), masa R. Nuriana (1993-1998, 1998-2003), dan masa Danny Setiawan.

Pendekatan pemerintahan para gubernur dalam mengenali sejarah Sunda bisa jadi akan terlihat kurang begitu "aspiratif", terutama dalam menampung keinginan untuk menjadikan sejarah sebagai milik masyarakat dan bukan milik eksklusif orang-orang besar (the great man) sebagaimana tampilan sejarah pada umumnya. Akan tetapi, di sisi lain, pendekatan pemerintahan gubernur untuk sejarah Sunda memiliki beberapa keunggulan, seperti, pertama, "membebaskan" sejarah Sunda dari frame sejarah nasional yang umumnya selalu menjadikan masa Soekarno (Orde Lama) dan Soeharto (Orde Baru) sebagai titik tolak berpikir atau memilahnya ke dalam era demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, dan demokrasi Pancasila.

Kedua, dapat membantu memberi eksplanasi tentang geliat perkembangan urang Sunda di bawah para pemimpin yang juga (hampir semuanya) urang Sunda. Ekspalanasi ini menjadi semakin penting manakala di era otonomi daerah isu tentang putra daerah kerap digulirkan, khususnya untuk membendung mereka yang dianggap bukan putra daerah.

Anggapan bahwa putra daerah akan lebih baik dalam membangun geliat daerah dibanding yang bukan putra daerah, bisa benar tetapi bisa jadi juga jauh dari kebenaran. Oleh karenanya, dari eksplanasi perjalanan pemerintahan para gubernbur yang kebanyakan urang Sunda dapat diformulasikan pula dengan lebih cerdas tentang konsep putra daerah di tatar Sunda.

Pencerahan konsep isu putra daerah dalam era yang serba kompetitif tentunya sangat diperlukan agar urang Sunda tidak terkerdilkan oleh tujuan sempit, "pokoknya urang Sunda", "asal urang Sunda", "yang penting urang Sunda". Dengan demikian, kalaulah konsep putra daerah hendak dikembangkan sebagai wacana politik bagi kepemimpinan di tatar Sunda maka profil putra daerah tersebut setidaknya harus diformulasikan dengan memperhatikan dua parameter. Pertama, keturunan atau hubungan darah, serta sosial budaya. Kedua, dan yang lebih penting, track record-nya yang berkaitan dengan kapasitas kepemimpinan dan manajerial serta dalam memperjuangkan nasib urang Sunda dan budaya Sunda, baik di tatar Sunda maupun di luar tatar Sunda.

Perilaku ahistoris

Permasalahan sekaligus tantangan sejarah Sunda dalam perkembangannya yang paling kontemporer adalah rendahnya kesadaran urang Sunda akan pentingnya sejarah Sunda. Sejarah Sunda sebagai milik urang Sunda tampak kurang mendapat perhatian untuk dimumule (dipelihara) dengan baik. Sejarah Sunda sepertinya sudah dianggap tidak penting oleh sebagian besar urang Sunda. Belajar sejarah Sunda adalah belajar sesuatu yang membosankan dan sia-sia. Jadilah, sejarah Sunda teralienasikan dari pemiliknya.

Realitas ahistoris urang Sunda terhadap sejarah Sunda ini sebenarnya bukanlah milik eksklusif urang Sunda tetapi juga sepertinya sudah menjadi milik nasional. Artinya, perilaku dan pola pikir ahistoris urang Sunda terhadap sejarah Sunda tercermin pula dalam perilaku dan pola pikir ahistorisnya bangsa Indonesia terhadap sejarah nasional. Akibatnya, tidak mengherankan bila urang Sunda saat ini tampak seperti kehilangan jati dirinya. Tidak jelas lagi siapa dirinya dan bagaimana bumi tempat dirinya berpijak.

Lepasnya roh kesejarahan (historisitas) dari urang Sunda membawa akibat lanjutan pada memudarnya rasa memiliki terhadap sunan ambu (ibu pertiwi) yang menjadi lemah cai urang Sunda. Oleh karenanya untuk menyikapi itu semua dan agar urang Sunda dapat kembali menemukan identitas dirinya maka penanaman nilai-nilai kesejarahan perlu dilakukan. Jadikanlah sejarah sebagai inspirasi urang Sunda dalam mengenal identitas dirinya. Belajarlah dari sejarah Sunda dan jadilah urang Sunda yang sadar akan kekuatan dan kelemahan dirinya. Bacalah dengan saksama "pelajaran" yang terkandung dalam sejarah Sunda dan jadilah urang Sunda yang memiliki kekuatan dalam mengenal dan memaknai masa lalu untuk kemudian dijadikan pijakan dalam memahami masa kini dan mengekstrapolasikannya bagi kepentingan masa yang akan datang. Semoga!***

Penulis, lektor kepala pada Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran dan Sekretaris Jenderal Pusat Kajian Lintas Budaya Bandung.

SEKILAS SEJARAH SUNDA

Berdasarkan data dan penelitian arkeologis, Tanah Sunda telah dihuni oleh masyarakat Sunda secara sosial sejak lama sebelum Tarikh Masehi. Situs purbakala di Ciampe'a (Bogor), Klapa Dua (Jakarta), dataran tinggi Bandung dan Cangkuang (Garut) memberi bukti dan informasi bahwa lokasi-lokasi tersebut telah ditempati oleh kelompok masyarakat yang memiliki sistem kepercayaan, organisasi sosial, sistem mata pencaharian, pola pemukiman, dan lain sebagainya sebagaimana layaknya kehidupan masyarakat manusia betapapun sederhananya.



Era sejarah di Tanah Sunda baru dimulai pada pertengahan abad ke-5 seiring dengan dibuatnya dokumen tertulis berupa beberapa buah prasasti yang dipahat pada batu dengan menggunakan Bahasa Sansekerta dan Aksara Pallawa. Prasasti-prasasti itu yang ditemukan di daerah Bogor, Bekasi dan Pandeglang dibuat pada zaman Kerajaan Tarumanagara dengan salah seorang rajanya bernama Purnawarman dan ibukotanya terletak di daerah Bekasi sekarang. Pada masa itu sampai abad ke-7, sistem kerajaan sebagai merupakan pemerintahan, Agama Hindu sebagai agama resmi negara, sistem kasta sebagai bentuk stratifikasi sosial, dan hubungan antar negara telah mulai terwujud, walaupun masih dalam tahap awal dan terbatas.



Sriwijaya di Sumatera, India dan Cina merupakan negeri luar yang menjalin hubungan dengan kerajaan Tarumanagara, tetapi kebudayaan Hindu dari India yang dominan dan berpengaruh di sini. Sunda sebagai nama kerajaan kiranya baru muncul pada abad ke-8 sebagai lanjutan atau penerus Kerajaan Tarumanagara. Pusat kerajaannya berada di sekitar Bogor sekarang.



Paling tidak, ada tiga macam sumber yang menyebut Sunda sebagai nama kerajaan. Pertama, dua buah prasasti (Bogor dan Sukabumi); kedua, beberapa buah berita orang Portugis (1513,1522,1527); dan ketiga, beberapa buah naskah lama (Carita Parahiyangan, Sanghyang Siksa Kanda'ng Karesian). Ibu kota Kerajaan Sunda dinamai Pakuan Pajajaran.



Dalam tradisi lisan dan naskah sesudah abad ke-17, Pakuan biasa disebut untuk nama ibukota, sedangkan Pajajaran untuk menyebutkan kerajaan. Kerajaan ini hidup kira-kira 6 abad, karena runtuhnya sekitar tahun 1579. Pernah mengalami masa kejayaan yang antara lain ditandai dengan luas wilayah yang meliputi seluruh Tatar Sunda, kesejahteraan rakyat tinggi, keamanan stabil, hubungan dengan dunia luar (Majapahit, Portugis, Sriwijaya) berjalan baik. Dikenal ada dua raja termasyhur kebesarannya (Prabu Niskala Wastukancana dan Sri Baduga Maharaja). Ibukotanya pernah berada di Kawali, Galuh. Pada masa pemerintahan Prabu Maharaja (1350-1352) terjadi konflik dengan Majapahit, karena masalah pernikahan puteri Sunda dengan raja Majapahit Hayam Wuruk. Pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja (1482-1521) dan puteranya, Prabu Surawisesa, (1521-1535) terjalin hubungan kerjasama ekonomi dan keamanan antara kerajaan Pajajaran dengan Portugis yang berkedudukan di Malaka.



Dari kerajaan ini dihasilkan beras dan lada yang banyak sehingga bisa diekspor. Kota pelabuhan yang besar antara lain Banten, Kalapa (Jakarta sekarang), dan Cirebon. Sistem ladang merupakan cara bertani rakyatnya. Ada jalan raya darat yang menghubungkan ibukota kerajaan dengan Banten di sebelah barat, Kalapa disebelah utara, serta Cirebon dan Galuh di sebelah timur. Dari daerah pedalaman ke pesisir utara dihubungkan dengan jalur lalulintas sungai dan jalan menyusuri pantai.



Para pedagang Islam sudah berdatangan ke kota-kota pelabuhan Kerajaan Sunda untuk berdagang dan memperkenalkan agama Islam. Lama kelamaan para pedagang Islam bermukim di kota-kota pelabuhan Sunda, terutama di Banten, Karawang, dan Cirebon kemudian penduduk setempat banyak yang mengnanut Agama Islam. Bberkat dukungan Kesultanan Demak, berdirilah kekuasaan Islam di Cirebon dan Banten yang dalam perkembangan selanjutnya mendesak kekuasaan Kerajaan Sunda sampai akhirnya menumbangkannya sama sekali (1579). Sementara di daerah pesisir berkembang kekuasaan Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten. Sedangkan di daerah pedalaman muncul kabupaten-kabupaten yang masing-masing berdiri sendiri, yaitu: Sumedang, Galuh, Sukapura, Limbangan, Parakanmuncang, Bandung, Batulayang, dan Cianjur.

Periode selanjutnya (sejak abad ke-17) Sejarah Sunda mengalami babak baru, karena dari arah pesisir utara di Jayakarta (Batavia) masuk kekuasaan Kompeni Belanda (sejak 1610) dan dari arah pedalaman sebelah timur masuk kekuasaan Mataram (sejak 1625). Secara perlahan-lahan tetapi pasti akhirnya seluruh Tanah Sunda jatuh ke genggaman kekuasaan Belanda (sejak awal abad ke-19), karena itu mulailah zaman kekuasaan kolonial Hindia Belanda.
Pada masa ini masyarakat dan Tanah Sunda dieksploitasi oleh kaum kolonial, mula-mula dengan menggunakan cara penyerahan wajib hasil bumi tanaman ekspor (lada, nila, kopi) dan kerja paksa (rodi) yang dikenal dengan sebutan Sistem Priangan (Preanger Stelsel); kemudian sejak tahun 1871 melalui cara penanaman modal swasta dengan membuka macam-macam perkebunan (teh,karet,kina), perdagangan, industri, pelayaran, pertambangan, dan lain-lain yang tenaga kerjanya (tenaga kerja murah ) diambil dari masyarakat pribumi; model eksploitasi ini dikenal dengan sebutan Sistem Imprealisme.
Tanah Sunda yang subur dan orang-orangnya yang rajin bekerja menjadikan pengeksploitasian tersebut sangat menguntungkan penguasa kolonial sehingga membawa kemakmuran yang luar biasa bagi mereka yang tinggal di sini dan yang berada di tanah leluhur mereka (Belanda). Sebaliknya rakyat pribumi tidak mengecap keuntungan yang setimpal dengan tenaga dan jasa yang diberikan, bahkan banyak yang hidupnya menderita; kecuali sekelompok masyarakat kecil yang dekat dan bekerjasama dengan penguasa kolonial yang biasa disebut kaum Menak.
Pada sisi lain masuknya penjajahan itu menimbulkan ketidakpuasan dan bahkan penentangan sebagian masyarakat. Dibawah beberapa orang pemimpinnya timbullah serangkaian perlawanan dan pemberontakan rakyat, seperti, yang dipimpin oleh Dipati Ukur di Priangan (1628-1632), Sultan Ageng Tirtayasa dan Pangeran Purbaya di Banten (1659-1683), Prawatasari di Priangan (1705-1708), Kiai Tapa dan Bagus Buang di Banten (1750-1752), Bagus Rangin (1802-1818) Kiai Hasan Maulani di Kuningan (1842), Kiai Washid di Banten (1888), Kiai Hasan Arif di Garut (1918).
Ketidakpuasan masyarakat terus berlanjut, walaupun penguasa kolonial mengupayakan perbaikan kehidupan masyarakat melalui program pendidikan, pertanian, perkreditan, dan juga menerapkan sistem otonomi bagi pemerintahan pribumi. Sejak awal abad ke-20 muncul gerakan penentang sosial dan organisasi politik seperti Sarekat Islam, Indische Partij, Paguyuban Pasundan dan Partai Nasional Indonesia.
Melalui pendudukan Militer Jepang (1942-1945) yang menumbangkan kekuasaan kolonial Hindia Belanda (menyerah di Kalijati, Subang tanggal 8 Maret 1942) dan menumbuhkan keberanian di kalangan orang pribumi untuk melawan kekuasaan asing dan memberi bekal ketrampilan berperang; pada tahun 1945 masyarakat Sunda, umumnya masyarakat Indonesia, berhasil mencapai dan mempertahankan kemerdekaan. Sejak itu masyarakat dan tanah Sunda berada dalam lingkungan negara Republik Indonesia.
Seiring bergulirnya perobahan sistem pemerintahan yang tadinya unitaristik-sentralistik menjadi otonomi-desentralistik, maka kini saatnyalah bagi Masyarakat Sunda untuk membuktikan kesungguhan perjuangannya dalam mewujudkan Tatar Sunda anu Tata-Tengtrem Karta Harja sebagai kontribusi Ki Sunda kepada negara Republik Indonesia.
Kenyataan lain, yaitu pemekaran Propinsi Jawa Barat dengan terbentuknya Propinsi Banten. Walau demikian tetap saja kedua propinsi itu masih dalam ikatan Tatar Sunda. Untuk terjalinnya ikatan batin yang kuat perlu ditumbuhkan antara lain melalui kesadaran atas adanya kesamaan Religi (dalam hal mayoritas Urang Sunda beragama Islam). Selain itu harus adanya kesadaran akan nilai-nilai pandangan hidup yang Nyunda, kesadaran akan alur sejarah Sunda yang tidak terputus serta kesadaran untuk memelihara Bahasa Sunda dan bahasa dialek setempat agar tetap digunakan di setiap keluarga Sunda.
Buku tentang Sejarah Sunda yang lebih rinci bisa disimak antara lain Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat. 4 jilid - Proyek Penerbitan Sejarah Jawa Barat Pemda Tk I Jabar, 1983-1984.

Sumber: Ensiklopedi Sunda - Pustaka Jaya. Dan beberapa catatan lainnya**sundanet.com**