Senin, 24 Desember 2007

Kemahiran Eksekusi

Oleh Ubaydillah, AN

Jakarta, 17 Juni 2003

Dalam dunia perang, eksekusi adalah maksud yang dibarengi tindakan untuk menembakkan peluru ke arah lawan. Eksekusi bukanlah keputusan di atas kertas putih atau kertas mental tetapi pelaksanaan keputusan. Kalau ada lima ekor burung di hadapan kita kemudian kita putuskan untuk menembak satu ekor, maka burung itu masih tetap berjumlah lima ekor sebab maksud kita baru berupa keputusan belum eksekusi. Seorang tokoh samurai terkenal, Musashi, mendefinisikan eksekusi dengan ungkapan: "taking proper action in appropriate time" (bertindak pada saat yang tepat). Kemahiran eksekusi menjadi keahlian vital untuk mengetahui kapan saat yang tepat untuk melepaskan peluru, mendeteksi posisi lawan, dan bersembunyi.

Pendapat Musashi tentang wilayah perang yang sedemikian berkabut sehingga menuntut keahlian eksekusi, menurut Jalaluduin Rumi (dalam Reynold A. Nicholson: 1993) merupakan hukum usaha yang intinya bergelut dengan kemungkinan antara gagal (meleset) dan sukses (mengenai sasaran). Dikatakan dalam sebuah syairnya yang jika diprosakan mengandung pengertian, kalau orang bertindak belum tentu berhasil tetapi kalau tidak bertindak pasti rugi karena ia tidak akan menemukan apapun.

Dari segi kita sendiri, selaku selaku eksekutor gagasan usaha (karir, bisnis, dll), sebenarnya apa yang dibutuhkan adalah penyiasatan dalam hal menciptakan pembekalan dan persiapan mental untuk memperkecil dampak kabut kemungkinan. Faktor-faktor yang merupakan pembekalan dan persiapan dalam meningkatkan kemahiran eksekusi dapat jelaskan sebagai berikut:

Kompetensi

Kalau merujuk pada acuan kemiliteran (Army Leadership: 2002), kemahiran eksekusi didukung oleh penguasaan empat wilayah (domain) keahlian yang terdiri atas: interpersonal (Interpersonal), konseptual (conceptual), tekhnis (technical), dan taktik (tactics).

1.

Interpersonal

Interpersonal adalah kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain (networking skill). Dalam kaitannya dengan penyelesaian misi tidak cukup hanya dengan kenal, atau pertukaran kartu nama melainkan networking yang sudah mencapai level saling memahami: anda mengetahui orang yang mengetahui anda dan mengetahui apa yang harus dilakukan atas nama misi bersama. Peranan saling memahami di sini dimaksudkan dapat mereduksi potensi gap komunikasi yang disebabkan oleh perbedaan level harapan, pengetahuan atau status.

Keahlian Interpersonal tidak dimiliki hanya dengan mendalami ilmu (the science) tetapi perlu penguasaan terhadap seni dalam menjalin hubungan (the art). Orang yang telah terasah di bidang ini biasanya sudah tahu apa yang tepat dilakukan kepada orang lain guna merealisasikan apa yang diinginkan dari orang lain untuk memperlakukan dirinya. Rata-rata keahlian Interpersonal didukung oleh penguasaan senbi berkomunikasi (the art of communication) dengan bahasa tubuh, lisan dan tulisan. Dalam praktek, menurut beberapa penelitian dan pendapat pakar psikologi sosial, penguasaan bahasa tubuh lebih berperan mempengaruhi bobot eksekusi. “Human relationships are established and developed MAINLY by non verbal signals, although words are also used (Winston Fletcher, MT: 2000).

2.

Konseptual

Konseptual adalah kemampuan untuk memahami dan menggunakan doktrin dan ide yang berkembang tentang sebuah pekerjaan. Keahlian ini berfungsi untuk meramu bahan baku menjadi sebuah rumusan pekerjaan yang akan dieksekusi seperti layaknya seorang arsitektur. Keahlian konseptual yang dikuasai akan menentukan bentuk desain bangunan yang akan diselesaikan meskipun bahan baku yang digunakan oleh arsitektur ketinggalan zaman dan arsitektur yang tetap ‘in’ tidaklah berbeda jauh. Demikian juga dengan pekerjaan di kantor. Bahan baku yang akan dijadikan peluang umumnya tidak mengalami perbedaan signifikan: orang, informasi, perangkat, keadaan, dll, tetapi bagaimana peluang tersebut akhirnya dieksekusi sangat tergantung pada keahlian konseptual yang kita miliki.

3.

Tekhnikal

Keahlian tekhnikal atau teknis merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengoperasikan peralatan pekerjaan sesuai dengan bidang yang ditekuni. Keahlian tekhnikal berfungsi agar proses pengolahan informasi (pekerjaan) menjadi lebih cepat, lebih akurat dan lebih berbobot sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Keahlian teknis yang tidak seirama dengan sifat dan jenis pekerjaan membuat keahlian itu menjadi mubazir, tidak berguna, bahkan pemborosan. Keahlian tehnis erat kaitannya dengan penguasaan teknologi yang biasanya memiliki tingkat perubahan tertinggi mengalahkan temuan pengetahuan. Contoh: teknologi informasi seperti komputer hampir bisa dikatakan mengalami perubahan dalam ukuran minggu/bulan. Penyiasatan yang dapat dilakukan adalah membuat wilayah spesialisasi. Kalau bukan berprofesi sebagai IT rasanya tidak diperlukan memahami seluruh kode instruksi yang muncul setiap saat. Cukup memahami bagaimana menggunakan apa yang kita butuhkan.

4.

Taktik

Keahlian taktik merujuk pada kemampuan bermain di lapangan (the art of playing). Kecanggihan gaya bermain dalam menjalani eksekusi di lapangan biasanya didukung oleh pemahaman lapangan (intuisi) dan pengetahuan faktual (interpretasi). Menurut hukum akumulasi keahlian taktik tidak dimiliki hanya dengan satu kali menjalani eksekusi tetapi buah dari proses pengasahan yang lama. Hukum akumulasi itu dapat kita artikan dengan kumpulan pengalaman kalah-menang yang kita maknai sebagai pelajaran hidup.

Karakter

Selain empat keahlian di atas, untuk menjadi seorang eksekutor yang jitu dibutuhkan karakter yang mendukung penyelesaian misi (tugas). Karakter adalah cahaya yang disinarkan dari tindakan kita. Dengan kata lain karakter merupakan inner strength yang menjelma dalam sebuah kekuatan bertindak. Kekuatan karakter berakar pada kepercayaan atau nilai (core of belief) yang dalam kaitannya dengan melatih kemahiran eksekusi ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.

Tidak berprasangka buruk

Nilai dasar dalam menjalin hubungan dengan manusia yang akan menjadi benih keahlian interpersonal adalah dengan memiliki prasangka baik lebih dahulu. Memang pada prekteknya tidak semua manusia pantas menerima predikat baik atau minimalnya baik-baik saja tetapi kalau dikalkulasi untung-ruginya, lebih untung berprasangka baik ketimbang berprasangka buruk terhadap orang lain. Prasangka buruk yang kita jadikan tesis lebih sering menghalangi sinar karakter yang sebenarnya kita miliki dan karena sinar telah redup maka membuat kita menjadi benar-benar tertipu. Padahal kalau mau jujur, hukum alam ini sering mendemonstrasikan dirinya, orang yang tertipu karena prasangka baik atas orang lain lebih enak hidupnya ketimbang orang yang menipu.

2.

Kecerdasan

Semua orang memiliki kecerdasan yang intinya tidak digunakan secara optimal sebanyak yang dimiliki. Terhadap sosok jenius saja para ahli berpendapat kecerdasannya baru digunakan seperlima, apalagi orang umum. Faktor tunggal yang membatasi kecerdasan itu tidak lain adalah pembatas yang kita ciptakan sendiri dan kita persempit wilayah kerjanya hanya sebatas bangku di sekolah. Padahal kecerdasan berguna untuk menyeimbangkan antara kecurigaan terhadap orang lain dan prasangka baik terhadapnya. Kecerdasan juga berfungsi untuk menyeimbangkan antara berpikir global dan bertindak lokal; antara keahlian (konseptual dan technical) yang sudah kita butuhkan dan belum kita butuhkan.

3.

Kesetiaan

Praktek sering mengajarkan, kesetiaan tugas yang terbatas pada kepentingan sesaat atau perubahan keadaan temporer sering membuat orang memiliki mentalitas bongkar-pasang pondasi personal/pekerjaan yang didasarkan semata oleh letupan emosi temperamental yang menolak, bukan menerima keinginan untuk menjadi lebih baik. Kalau praktek demikian terjadi berulang kali maka sudah terjadi perlawanan terhadap hukum akumulasi, bahwa sosok eksekutor yang ahli dihasilkan oleh pemupukan keahlian yang sifatnya kecil dan terus menerus.

Kesetiaan adalah rangkuman dari nilai hidup berupa kesabaran dan kegigihan menjalani proses ‘from nothings to everythings’. Tidak salah kalau ajaran kultural kita selalu menyarankan agar dalam situasi yang berkabut, kita disarankan untuk meminta pertolongan kepada kesabaran (kesetiaan pada prinsip) dan harapan menembus batas (optimisme nilai). Tanpa landasan nilai demikian, kabut-kemungkinan hidup ini bisa menumpulkan kemampuan eksekusi yang akan kita jalankan, alias menjadi tidak memfokus dan patah di tengah jalan.

Mengingat sedemikian luas wilayah kabut dan kemungkinan yang kita hadapi dalam hidup sehari-hari, uraian di atas hanyalah berperan setetes dari jumlah yang sebenarnya kita butuhkan. Untuk mengetahui kapan perlu kita tambah, ada baiknya kita mengingat perkataan Witson Churchill (Mantan PM Inggris): “Kesuksesan adalah kemampuan melangkah dari kegagalan ke kegagalan lain tanpa kehilangan semangat berjuang sedikitpun” (Lot of tries, lot of failures, but still action). Perasaan paling dalam sering mengajarkan bahwa semua yang pernah kita lakukan ternyata tidak berujung pada kesia-siaan meskipun saat itu kita memiliki prasangka yang salah. Semoga berguna. (jp)

Tidak ada komentar: