Setelah merapatkan kepala ke pojok dinding rumah itu ia kembali menangis. Tangisan jiwa yang tak mampu ia kendalikan. Jiwa yang menjadi ringkih karena kecewa. Ia anggap dirinya telah gagal tak mungkin bangkit lagi…… Dan dinding itu menjadi saksi bisu bagi air mata kepiluan yang menetesi bumi tempat ia menunduk. Air mata yang sepekat darah. Darah yang mengalir dalam nadi keputus-asaan. Padahal di atas atap rumahnya purnama tengah bersinar. itu mungkin apa yang akan kita saksikan beberapa saat sebelum si “yang berjiwa kerdil”. duduk setengah tertidur di sebuah panti perawatan. Usianya mungkin masih muda, namun jiwanya telah terlalu renta karena ia tak pintar merawatnya. Ia tak paham, bahwa kegagalan, dalam berbagai aspek kehidupan, senantiasa mewarnai cerita awal sebuah kesuksesan, ialah yang menguatkan dorongan untuk sukses dan juga sebagai sebab seorang menemukan keunggulan yang sebelumnya tidak diketahui sama sekali. Namun si “yang berjiwa kerdil” ini tak tahu itu. Ia bodoh betul. Beda halnya dengan si “yang berjiwa besar”. Ia begitu memahami bagaimana mensiasati berbagai perasaan yang ada. Ia tahu bahwa hidup ini penuh dengan aneka rupa warna rasa: Di sana ada duka di depan suka, ada cinta di depan benci, ada harapan di depan cemas, ada gembira di depan sedih. Dan si “yang berjiwa besar” ini piawai nian meracik warna-warna itu menjadi lukisan indah kehidupan. Amboi, ia pintar betul. Ck ck ck…. Si “yang berjiwa besar” ini ketika gagal tak pernah tertarik untuk mengutuk kegagalan itu, bahkan ia selalu berhasil menganggapnya sebagai cobaan hidup yang menghantarkannya menuju strata yang lebih tinggi dalam universitas kehidupan ini. Karena ternyata dalam hidup ini terlalu banyak yang lebih pelik daripada hanya sekedar skripsi, tesis, desertasi, lamaran kerja, lamaran seorang pemuda kepada pujaan hati di hadapan calon mertua, atau apa pun lainnya. Anda tahu apa yang membuatnya begitu kuat? Itu karena ia punya optimisme, sebuah gelora jiwa yang lahir dari sebuah harapan yang matang. Yang muncul dari latihan panjang yang begitu melelahkan. Kini jiwanya pun telah sekokoh karang. Tenang walau gelombang badai menerjang. Ia paham kata pujangga: …kita tak jadi bijaksana, bersih hati dan bahagia karena membaca buku petunjuk yang judulnya bermula dengan How to… Kita harus terjun kadang hanyut, kadang berenang dalam pengalaman. Kita harus berada dalam perbuatan, dalam merenung dan merasakan dalam laku. Ujian dan hasil ditentukan di sana … Saudara-saudara Adalah sangat mengerikan disaat seorang melalui hidup tanpa gairah, tanpa semangat, mencekam di bawah bayang-bayang keputus-asaan. Kondisi seperti ini biasanya terjadi ketika seorang mengalami kegagalan yang berulang-ulang ditengah ketidakberdayaan. Bagaikan memanjat sebuah tebing yang tinggi namun jatuh dan jatuh lagi, kemudian berusaha lagi, tapi gagal dan gagal lagi. Ancaman yang paling berbahaya dari kondisi di atas adalah pupusnya harapan, lenyapnya optimisme dan habisnya kegembiraan jiwa yang akan menghantarkan seorang menuju kehilangan kepercayaan kepada waktu dan dirinya sendiri. Tapi lihatlah si “yang berjiwa besar” ini. Ia memilih untuk bersikap lebih santai menghadapi itu semua. Ia biasa mengatakan. “Tinggalkan urusan itu. Lakukan sesuatu yang lain.” Namun, ia sebenarnya tidak meninggalkan urusan itu. Ia mungkin terlihat sedang melakukan sesuatu yang lain, tetapi sebenarnya ia hanya mau memikirkan urusan itu dari kejauhan. Ia menjaga jarak jiwanya dari urusan itu untuk tetap mempertahankan wilayah kegembiraan jiwa dari serbuan keputusasaan. Ia memang memilih untuk santai, tetapi lihatlah!! Dari sana ia menemukan cara pandang baru, atau inspirasi baru terhadap urusan di mana ia telah gagal menggapainya tempo hari itu. Hari demi hari terus berlalu…… Ia semakin bijak setelah menghayati kembali doa yang biasa ia ucapkan dalam hari-hari berat itu. Dari sana ia mengerti bahwa ketika gagal, sesungguhnya sesuatu yang lebih baik sedang menantinya di masa depan. Doa itu berbunyi:istikharah “Ya Allah, aku memohon pilihan kepada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kemampuan kepada-Mu dengan kekuasaan-Mu, dan aku memohon darimu keutamaan-Mu yang agung. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa, sementara aku tidaklah kuasa. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui sementara aku tidak mengetahui, Engkaulah yang Maha mengetahui yang hal-hal yang ghaib.Ya Allah.. Bila Engkau mengetahui bahwa perkara ini lebih baik bagi agamaku, hidupku dan akhir urusanku kelak [dalam jangka pendek maupun panjang], maka takdirkanlah hal itu bagiku dan mudahkanlah aku untuk mendapatkannya, kemudian berkatilah aku dalam hal tersebut. Dan apabila Engkau mengetahui bahwa perkara ini tidak baik bagi agamaku, hidupku atau akhir urusanku kelak [dalam jangka pendek maupun panjang], maka jauhkanlah perkara tersebut dariku dan hindarkanlah diriku darinya, lalu takdirkanlah yang baik buat diriku bagaimana adanya, kemudian buatlah aku ini ridho kepadanya.*Maka bertambah satu lagi alasan baginya untuk tidak pernah berputus asa.SEMANGAT!!!*Doa Sholat Istikharah (Memohon petunjuk dalam berbagai urusan hidup yang memang penuh dengan pilihan)Berkata seorang sahabat Nabi yang mulia Jabir -radhiallahu ‘anhuma- bahwa Rasulullah telah mengajarkan Istikharah dalam segala urusan hidup ini. Rasulullah bersabda : Jika seorang di antara kalian merasakan gundah/bingung atau ragu terhadap suatu perkara maka hendaklah ia sholat sunnah dua raka’at kemudian setelahnya bacalah doa (seperti di atas) Dan sesungguhnya seorang hamba tidak akan kecewa dengan apa yang dipilihkan oleh Penciptanya setelah ia juga bermusyawarah dengan orang-orang beriman kemudian ia mantap dengan keputusannya.(Hadits Shohih diriwayatkan oleh imam al-Bukhari)
Sumber: Doa ke 26 dari buku kecil Hisnul Muslim (Doa dan Wirid) Karya Syaikh Sa’id bin Wahf al-Qahtahi.